Solo Traveler

    • Home
    • About
    • Destinations
    • _Jogja
    • _Lampung
    • _Jawa Tengah
    • _Jawa Timur
    • _Lain-lain
    • Others
    • _Videos
    • _Articles

    Mie sudah menjadi bagian dari khazanah kuliner Indonesia. Mie pun menjadi alternatif makanan selain nasi sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Di Jogja banyak sekali warung mie ayam, namun setiap warung mempunyai cita rasa masing-masing. Kali ini saya mencoba mencicipi Mie Ayam Pak Bambung.

    Pak Bambung yang bernama asli Pak Wagiman sudah cukup lama berjualan mie ayam. Awalnya beliau hanya berjualan mie ayam biasa, kemudian beliau melakukan inovasi. Dari satu jenis mie ayam, beliau mengembangkannya menjadi 32 jenis mie ayam. Ada mie ayam kuah, mie ayam goreng, mie ayam hotplate dan mie ayam bakar. Sedangkan "topingnya" ada bakso, sosis, ceker, jamur, telur celok, telur orak-arik dan komplit. Harga yang dibanderol beragam, tergantung dari jenis mie ayam yang dipilih, mulai Rp. 9.000,- s.d. Rp.22.000,-. 

    Mie Ayam Pak Bambung buka dari jam 10.00 - 16.00 WIB (kadang sebelum jam 4 sudah habis). Pak Bambung membuka lapak di simpang 4 Jalan Gotong Royong, Karangwaru, di Utara SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta (Muhi).

    Sewaktu kesini, saya memesan Mie Ayam Hotplate Komplit. Karena memakai hotplate, mie ayam ini sangat panas, kuahnya pun sangat kental. Bumbunya meresap dengan sempurna dan bagi yang suka ceker, cekernya sangat empuk dan lembut.


    Mie Ayam Hotlate Komplit
    Penasaran??? Langsung aja cobain Mie Ayam Pak Bambung.

    Continue Reading

    Kabupaten Malang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang dikenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata. Deretan pantai di wilayah selatan Kabupaten Malang sepanjang 102 km yang berbatasan langsung dengan Pantai Selatan Pulau Jawa menjadi potensi pariwisata yang luar biasa. Salah satunya adalah Kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna yang terletak di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.


    Kawasan CMC Tiga Warna berjarak ± 70 kilometer dari Kota Malang dengan perkiraan waktu tempuh sekitar 2 jam.  Kawasan CMC Tiga Warna hanya dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi, baik dengan sepeda motor maupun mobil, karena tidak ada transportasi umum menuju destinasi wisata ini.
    Pantai Tiga Warna
    Pantai Gatra
    Kawasan CMC Tiga Warna meliputi 6 pantai, yaitu Pantai Tiga Warna, Pantai Gatra, Pantai Clungup, Pantai Mini, Pantai Sapana dan Pantai Batu Pecah. Khusus untuk Pantai Tiga Warna, Pantai Mini, Pantai Sapana dan Pantai Batu Pecah pengunjung harus melakukan reservasi jauh-jauh hari sebelum kedatangan dan wajib didampingi oleh pemandu (guide) dari CMC Tiga Warna.
    Briefing sebelum perjalanan menuju pantai
    Guide selalu membawa "kotak sampah" dari bambu untuk tempat puntung rokok
    Daya tarik dari Kawasan CMC Tiga Warna adalah pantai berpasir putih dengan terumbu karang dan biota laut yang masih terjaga. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan selain bermain pasir dan air adalah trekking, camping, snorkeling, diving, melakukan aktifitas water sport cano dan banana boat, menyusuri mangrove dengan perahu bebas emisi tenaga surya (solar cell), mengunjungi rumah apung dan melakukan kegiatan konservasi (menanam bibit mangrove, melepas anak penyu, pemasangan terumbu karang).

    Fasilitas dan amenitas yang ada di Kawasan CMC Tiga Warna sudah lumayan lengkap, antara lain tempat parkir, mushola, toilet, homestay, bank, masjid, mushola, gereja, bengkel, warung, gazebo, kano dan camp area (Pantai Gatra). Hampir semua fasilitas yang ada di Kawasan CMC Tiga Warna tersebut dibangun dengan dana swadaya masyarakat.
    Banana Boat
    Camp Area
    Cano

    Mushola
    Untuk menjaga ekosistem agar tidak rusak, pengelola menerapkan peraturan dan tata tertib yang ketat kepada pengunjung, antara lain :
    • Pengunjung wajib melapor kepada pengelola kawasan.
    • Dilarang membawa minuman keras dan obat-obatan terlarang.
    • Dilarang berburu satwa di kawasan konservasi.
    • Dilarang berburu ikan menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan alat-alat lain yang dapat merusak ekosistem laut.
    • Dilarang mengambil/merusak terumbu karang dan pasir laut.
    • Dilarang menebang dan merusak pohon di kawasan konservasi.
    • Dilarang membuat perapian di luar tempat yang telah ditentukan.
    • Barang yang berpotensi menghasilkan limbah yang dibawa masuk harus melalui pemeriksaan dan didata oleh petugas pos serta diperiksa kembali saat meninggalkan area konservasi.
    • Pengunjung dikenakan denda Rp.100.000,-/item limbah dan barang yang hilang dari daftar check list barang.
    • Dilarang berbuat zina di area konservasi.
    • Kunjungan selain ke estuari Clungup dan Pantai Gatra wajib didampingi pemandu.
    • Pengunjung harus mentaati tata tertib dan menjaga sopan santun kearifan lokal konservasi.

    Pos checklist barang
    Pos cek sampah 
    Kawasan CMC Tiga Warna dikelola oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat bernama Bhakti Alam Sendang Biru. Terbentuknya Bhakti Alam Sendang Biru berawal dari sebuah organisasi yang dibentuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang bernama Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Gatra Olah Alam Lestari (GOAL). Pokmaswas dibentuk untuk memaksimalkan pengawasan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil oleh masyarakat setempat. Sejak tahun 2013 Pokmaswas Goal secara intensif telah melakukan kegiatan konservasi melalui Program Pegembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT). Sampai saat ini area konservasi telah mencapai 81 Ha dengan kegiatan antara pembibitan dan penanaman mangrove, transplantasi terumbu karang, marine education dan penetasan telur penyu.

    Visi dari Bhakti Alam Sendang Biru adalah “Hidup Bersama Alam” sedangkan misinya adalah : Membangun masyarakat yang cinta lingkungan, membentuk masyarakat desa konservasi, memanfaatkan sumber daya alam secara bertanggung jawab melalui program pemberdayaan masyarakat dan berpartisipasi aktif dalam pengembangan desa wisata di Jawa Timur.

    Berbagai penghargaan berhasil diterima pengelola Kawasan CMC Tiga Warna, antara lain :
    1. Bapak Saptoyo (Ketua Pengurus) sebagai Inspiring Figure in Environment Jawa Pos Radar Malang Award 2018.
    2. Pantai Tiga Warna sebagai Juara II Anugerah Pesona Indonesia dari Kementerian Pariwisata Kategori Obyek Wisata Bersih Terpopuler (Most Popular Cleanliness) 2017.
    3. Lia Putrinda Anggawa Mukti (Ketua Dewan Pendiri) atas prestasi yang telah diraih dalam mengharumkan nama bangsa dan negara serta menjadi inspirator bagi masyarakat Indonesia 2017 dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila.
    4. Bapak Saptoyo sebagai Pelestari Fungsi Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi Jawa Timur Tahun 2016.
    5. Terbaik I Anugerah Wisata Jawa Timur 2017 kategori Daya Tarik Wisata Alam.
    6. Lia Putrinda Anggawa Mukti mendapatkan Penghargaan Untuk Wanita Muda Inspiratif dalam Lomba Rekam Cerita oleh Kotex dari Kimberly - Clark Indonesia Tahun 2016.
    7. Lia Putrinda Anggawa Mukti sebagai Terbaik I Pemuda Pelopor Tingkat Provinsi Jawa Timur Tahun 2016 Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam.
    8. Kalpataru tingkat Provinsi Jawa Timur kepada Bapak Saptoyo kategori Perintis Lingkungan. Tahun 2016.
    9. Juara I Pengembangan Kawasan Pesisir Tangguh (PKPT) Adibakti Mina Bahari 2015 Kementerian Kelautan dan Perikanan.
    10. Pengharagaan dari Bupati Malang kepada Bapak Saptoyo atas jasa dan pengabdian serta kepeduliannya di bidang ekonomi dan pembangunan dalam mendukung pembangunan Kabupaten Malang tahun 2014.
    Continue Reading

    Lawang Sewu
    Lawang Sewu merupakan landmark Kota Semarang dan menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi. Gedung tua yang penuh dengan cerita mistis dan bersejarah ini dulu merupakan Kantor Perusahaan Kereta Api milik Belanda. Nama Lawang Sewu berasal dari bahasa Jawa, “Lawang” yang berarti pintu dan “Sewu” yang berarti seribu, jadi Lawang Sewu bisa diartikan sebagai bangunan yang memiliki seribu pintu. Sebenarnya jumlah pintu Lawang Sewu tidak mencapai seribu, hanya 429 buah, namun karena jumlahnya sangat banyak, masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu.



    Destinasi wisata yang berada di sebelah timur Tugu Muda Semarang tepatnya di pertemuan antara Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda ini dibuka secara resmi sebagai destinasi wisata pada tanggal 5 Juli 2011 oleh Ibu Ani Bambang Yudhoyono. Saat ini Lawang Sewu dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia dan dibuka untuk umum dari jam 07.00 WIB s.d. 21.00 WIB. Harga tiket masuk ke gedung bersejarah ini sangat terjangkau, Rp.10.000,- untuk dewasa dan Rp.5.000,- untuk anak-anak/pelajar. Kalau Anda seorang  penakut, jangan coba-coba berkeliling Lawang Sewu sendirian ya.



             
    Masjid Agung Jawa Tengah
    Masjid Agung Jawa Tengah merupakan salah satu masjid termegah di Indonesia. Menurut informasi dari website Masjid Agung Jawa Tengah http://majt.or.id/, keberadaan Masjid Agung Jawa Tengah tak bisa lepas dari Masjid Agung Kauman Semarang. Menurut cerita, Masjid Agung Kauman Semarang mempunyai tanah banda masjid seluas 119,1270 hektar yang dikelola oleh Badan Kesejahteraan Masjid (BKM), organisasi bentukan Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Departemen Agama. Karena dianggap tidak produktif, tanah banda tersebut oleh BKM ditukar guling (ruislag) dengan tanah seluas 250 hektare di Kabupaten Demak lewat PT. Sambirejo. Dari PT. Sambirejo kemudian berpindah kepada PT. Tens Indo Tjipto Siswojo.


    Singkat cerita proses ruilslag itu tidak berjalan mulus, tanah di Demak itu ternyata ada yang sudah jadi laut, sungai, kuburan dan lain-lain. Akhirnya tanah banda Masjid Agung Kauman Semarang hilang. Lewat jalur hukum dari Pengadilan Negeri Semarang hingga Kasasi di Mahkamah Agung, Masjid Agung Kauman (BKM) selalu kalah. Akhirnya dibentuk Tim Terpadu yang dimotori oleh Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) Jawa Tengah/Kodam IV Diponegoro. Pada tanggal 17 Desember 1999, usai shalat Jumat di Masjid Agung Kauman, ribuan umat Islam melakukan longmarch dari Masjid Agung Kauman menuju rumah Tjipto Siswojo di Jalan Branjangan 22-23, kawasan Kota Lama Semarang. Akhirnya Tjipto Siswojo mau menyerahkan sertifikat tanah-tanah itu kepada masjid. Dari 119,1270 hektar tanah banda Masjid Agung Kauman Semarang yang hilang, baru ditemukan 69,2 hektar. Sebagai pertanda kembalinya tanah banda Masjid yang hilang, didirikan masjid seluas 10 hektar yang diambil dari tanah banda yang sudah ditemukan.

    Masjid Agung Jawa Tengah mulai dibangun pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2006 yang kemudian diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006. Masjid Agung Jawa Tengah dirancang dengan perpaduan gaya arsitektur Jawa, Arab dan Romawi. Arsitektur Jawa terlihat pada atap kubah dan beberapa bagian dasar tiang masjid yang menggunakan motif batik, arsitektur Romawi terlihat dari bangunan 25 pilar dipelataran masjid yang bergaya koloseum yang menyimbolkan 25 Nabi dan Rosul, sedangkan arsitektur Arab terlihat pada hiasan kaligrafi di pilar masjid.

    Di serambi masjid terdapat Gerbang Al-Qanathir (artinya megah dan bernilai) berjumlah 25 buah, simbol dari 25 Rosul. Pada gerbang tersebut terdapat kaligrafi syahadat tauhid “Asyhadu Alla Illa Ha Illallah´ dan syahadat rasul “Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah” sedang pada bidang datar terdapat tulisan “Sucining Guna Gapuraning Gusti” (yang berarti Tahun Jawa 1943 atau Tahun Masehi 2001, tahun dimulainya realisasi dari gagasan pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah). Serambi masjid seluas 7500 meter persegi ini merupakan perluasan ruang sholat yang dapat menampung kurang lebih 10.000 jamaah dan dilengkapi dengan 6 payung raksasa otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi sebagai simbol Rukun Iman. Tinggi masing-masing payung adalah 20 meter dengan diameter 14 meter. Payung tersebut dibuka setiap shalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha dan acara-acara besar.


    Di dalam Masjid bagian Timur Utara juga terdapat Bedug Raksasa bernama “BEDUG IJO” dengan panjang 310 cm dan diameter 186 - 220 cm. Sedangkan di depan masjid terdapat Menara Al Husna yang tingginya 99 meter dengan 19 lantai. Lantai 2 dan 3 untuk Museum Kebudayaan Islam. Di lantai 2 ini disimpan Al-Qur’an Raksasa (Mushaf Al-Akbar) dengan ukuran 145 cm x 95 cm. Di lantai 18 terdapat kafe muslim yang bisa berputar 360 derajat. Di lantai 19 untuk menara pandang yang dilengkapi dengan 5 teropong yang bisa melihat pemandangan Kota Semarang. Yang menginginkan wisata kuliner, di bagian selatan Masjid Agung Jawa Tengah dan bagian depan/timur masjid terdapat PUJASERA yang menyediakan aneka hidangan. Untuk pelayanan kesehatan kepada jamaah, Masjid Agung Jawa Tengah mempunyai Poliklinik (poli umum dan poli gigi).

    Klenteng Sam Po Kong
    Menurut cerita, pada awal abad ke-15 Laksamana Zheng He (Cheng Ho) mengadakan pelayaran menyusuri pantai Laut Jawa. Karena juru mudi (Wang Jing Hong) sakit, Laksamana Zheng He kemudian merapat di Pantai Simongan Semarang. Sebuah gua batu dijadikan tempat beristirahat dan mengobati Wang Jing Hong. Sementara juru mudinya menyembuhkan diri, Laksamana Zheng He melanjutkan pelayaran ke Timur untuk menuntaskan misi perdamaian dan perdagangan keramik serta rempah-rempah.

    Selama di Simongan, Wang Jing Hong memimpin anak buahnya menggarap lahan, membangun rumah dan bergaul dengan penduduk setempat. Lingkungan sekitar gua jadi berkembang dan makmur karena aktivitas dagang maupun pertanian. Demi menghormati pimpinannya, Wang Jing Hong mendirikan patung Zheng He di gua batu tersebut untuk dihormati dan dikenang masyarakat sekitar.


    Dalam perjalanannya, Klenteng Sam Poo Kong beberapa kali menjalani pemugaran. Selain karena situasi politik yang tidak menentu pasca kemerdekaan, banjir merupakan masalah utama yang dihadapi Klenteng Sam Poo Kong. Revitalisasi besar-besaran dilakukan oleh Yayasan Sam Poo Kong pada Januari 2002. Pemugaran selesai pada Agustus 2005, bersamaan dengan perayaan 600 tahun kedatangan Laksamana Zheng He di pulau Jawa.

    Komplek Klenteng Sam Poo Kong terdiri beberapa bangunan, yaitu Tempat Pemujaan Dewa Bumi, Makan Kyai Juru Mudi, Tempat Peujaan Sam Poo Kong, Makam Kyai Djangkar, Tempat Nyai Cundrik Bumi dan Tempat Kyai Nyai Tumpeng. Pengunjung hanya bisa melihat dan berfoto di area luar kelenteng, hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu umat yang sedang berdoa di dalam kelenteng. Kelenteng ini memanf lebih bagus kalau dikunjungi pada waktu siang hari.

    Continue Reading

    Berbicara tentang destinasi wisata di Yogyakarta memang tidak ada habisnya, ada banyak sekali destinasi wisata menarik yang bisa dikunjungi. Salah satu kabupaten yang kaya akan destinasi wisata tersebut adalah Kabupaten Bantul yang letaknya tidak terlalu jauh dari Kota Jogja. 


    Destinasi wisata Bantul tidak hanya terletak pada alamnya yang mempesona, tetapi juga budaya dan keramahtamahan warganya yang bakal meluluhkan hati siapa pun yang mengunjunginya. Banyak sekali destinasi wisata dan spot menarik yang sayang untuk dilewatkan. "Bantul, the Harmony of Nature and Culture"




    Continue Reading

    Pesona Jogja memang ga ada habisnya. Ga hanya siang hari, pada malam hari pun Jogja seakan ga pernah sepi dan selalu dipadati oleh pengunjung. Berikut keindahan malam di Kota Jogja.

    Gapura Batas Kota Jogja di Jalan Magelang
    Tugu Jogja
    Siapa yang ga tahu Tugu Jogja. Tugu yang terletak di perempatan jalan utama Jogja ini selalu ramai dan menjadi salah satu tempat favorit menghabiskan malam di Jogja. Selain lokasinya yang mudah diakses, Tugu Jogja menjadi sebuah ikon yang ga boleh dilewatkan kalau mengunjungi Jogja, hingga muncul anggapan “Belum ke Jogja kalau belum foto di Tugu Jogja.”


    Tugu Jogja bukanlah tugu sembarangan, tetapi memiliki sejarah dan filosofi yang menjadikan tugu ini istimewa. Menurut sejarah Tugu Jogja dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pada awal berdirinya tugu ini mempunyai tinggi 25 meter dan disebut Tugu Golong Gilig, dimana tiang tugu berbentuk Gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk Golong (bulat). Tugu tersebut mempunyai makna Manunggaling Kawula Gusti (hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta) yang menggambarkan semangat persatuan antara rakyat dan penguasa dalam melawan penjajah. Tugu Golong Gilig juga mempunyai satu poros imajiner antara Laut Selatan, Kraton Yogyakarta dan Gunung Merapi.

    Pada tanggal 10 Juni 1867 terjadi gempa di Jogja dan mengakibatkan runtuhnya Tugu Golong Gilig. Pada tahun 1889 pemerintah Belanda merenovasi dan merubah bangunan tugu. Tugu yang semula berbentuk silinder dan bulat diubah menjadi bentuk persegi dengan puncaknya berbentuk kerucut. Ketinggian tugu yang semula 25 meter dirubah menjadi 15 meter. Sejak saat itu tugu tersebut disebut De White Paal atau Tugu Pal Putih dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII pada tanggal 3 Oktober 1889.

    Diorama di Kawasan Tugu Jogja
    Malioboro
    Satu lagi yang identik dengan Jogja adalah Malioboro. Malioboro adalah nama jalan sepanjang 700 meter di Jogja yang menjadi surga belanja oleh-oleh khas Jogja. Saat ini Kawasan Malioboro menjadi kawasan pedestrian yang dilengkapi street furniture berupa bangku-bangku kayu yang menjadikan pengunjung lebih betah berlama-lama di kawasan ini. Hadirnya komunitas musik angklung di pedestrian Malioboro juga menambah "hidup" suasana malam Malioboro.



    Komunitas musik angklung di Pedestrian Malioboro yang menarik banyak pengunjung
    Bagi yang malas berjalan menyusuri Jalan Malioboro bisa menggunakan “Sepeda Publik Kawasan Malioboro” yang disediakan oleh UPT Malioboro di beberapa titik pedestrian Malioboro.

    Lalu-lalang kendaraan dan orang di depan Mal Malioboro
    Taman Parkir Abu Bakar Ali
    Taman Parkir Abu Bakar Ali letaknya ga jauh dari Stasiun Tugu dan Jalan Malioboro. Tempat parkir yang terdiri dari 3 lantai ini selain menjadi spot untuk beburu sunrise dan sunset juga menjadi salah satu tempat untuk menikmati keindahan Jogja pada malam hari.

    Hiruk pikuk kendaraan dari atas Taman Parkir Abu Bakar Ali
    Titik Nol Kilometer
    Banyak orang mengira kalau titik nol kilometer Jogja adalah Tugu, padahal yang benar adalah di ujungnya Jalan Malioboro. Di Titik Nol Kilometer dapat dijumpai beberapa bangunan kuno peninggalan Belanda (Beteng Vredeburg, Monumen Serangan Umum 1 Maret, Gedung Agung, Gedung Bank BNI, Kantor Pos Besar dan Gedung Bank BI). Pada siang hari kawasan ini menjadi kawasan wisata sejarah, namun pada malam hari berubah menjadi tempat nongkrong dan mengekspresikan diri beberapa komunitas dan seniman serta tempat pentas seni budaya.


    Gedung Bank BNI, salah satu bangunan peninggalan Belanda
    Alun-alun Kidul (Alun-alun Selatan)
    Alun-alun memang selalu menjadi tempat yang ga pernah sepi di kota mana pun, apalagi pada malam hari. Di Alun-alun Kidul Jogja pun demikian, bahkan semakin malam semakin ramai pengunjung. Di Alun-alun Kidul ada mitos yang selalu membuat orang yang datang ke Jogja penasaran, namanya Masangin. Masangin yakni berjalan kaki dari ujung alun-alun melewati ringin kembar yang berada di tengah alun-alun dengan mata tertutup, barang siapa yang berhasil maka keinginannya akan terwujud. Konon hanya mereka yang berhati bersih saja yang bisa melintasinya. Meskipun terdengar mudah, ternyata banyak yang gagal dan tidak sedikit mencobanya berkali-kali.

    Tradisi Masangin sendiri sudah ada sejak zaman Kesultanan Yogyakarta. Awalnya Masangin dilakukan saat tradisi Topo Bisu yang dilakukan setiap malam 1 suro, dimana para prajurit dan abdi dalem mengelilingi benteng tanpa mengucap satu kata pun. Mereka memulai ritual Topo Bisu dari halaman Keraton menuju pelataran alun-alun lalu melewati kedua beringin kembar tersebut. Hal tersebut diyakini untuk mencari berkah dan meminta perlindungan dari serangan musuh.

    Odong-odong, salah satu daya tarik Alun-alun Kidul
    Selain Masangin, banyak pengunjung yang tertarik dengan sepeda/odong-odong yang dihiasi lampu warna-warni dan wisata kuliner alam khas Jogja (wedang bajigur, wedang ronde, jagung bakar dan lesehan) yang berada di sekitar alun-alun. Ga jauh dari Alun-alun Kidul juga terdapat sentra gudeg terkenal di Wijilan.

    Wedang Ronde, salah satu kuliner di Alun-alun Kidul
    Taman Pelangi
    Mau lihat pelangi di malam hari? Datang aja ke Taman Pelangi di Monumen Jogja Kembali. Taman Pelangi menyajikan keindahan cahaya yang warna-warni dengan aneka bentuk lampion yang unik. Selain aneka lampion, terdapat berbagai wahana permainan. Dengan retribusi tiket masuk yang terjangkau, yakni Rp.15.000,- untuk hari Senin s.d. Kamis dan Rp.20.000,- untuk hari Jumat s.d. Minggu, Taman Pelangi bisa menjadi salah satu tempat alternatif menghabiskan malam di Jogja.



    Continue Reading
    Older
    Stories
    Powered by Blogger.

    Find Me

    • facebook
    • instagram
    • youtube

    recent posts

    Labels

    Air Terjun Articles Bantul Coretan Desa Wisata Destinations Gunungkidul Jawa Tengah Jawa Timur Jogja Lain-lain Lampung Others Palembang Sleman Soloraya Sumatra Utara Sunrise Sunset Videos

    Blog Archive

    • August 2018 (1)
    • May 2018 (1)
    • October 2017 (2)
    • August 2017 (7)
    • July 2017 (8)
    • June 2017 (8)
    • May 2017 (21)
    • April 2017 (7)
    • April 2016 (2)
    • March 2016 (1)

    Wonderful Indonesia

    Wonderful Indonesia

    Translate

    facebook instagram Twitter youtube google plus

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top